Mahasiswa Sendal Jepit | Episode I

Beralas kaki sandal termurah, model pakaian seadanya terkadang terlicin, kadang juga bergaris berlawanan tampak pada kemeja dan celana murahnya, hasil buah tangan Bapaknya yang berprofesi tukang jahit di desanya. Ia anak laki-laki biasa yang bertekad mencoba duduk di bangku perkuliahan sebagai syarat agar mendapatkan legalitas dan diakui di tempat ia mengais rizki sebagai dan pembuktian diri sebagai anak laki-laki dan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pada suatu sore di sebuah pesantren tempat ia belajar ngaji sedari kecil, ia mendapatkan amanat dari Kyainya untuk mengabdi sebagai pengajar di salah satu unit pendidikan di pesantren tempat ia mengaji tersebut. Ia hanya sebagai guru pengganti untuk mengisi kekosongan di salah satu kelas yang pada saat itu ada pengajar yang tidak bisa aktif berkegiatan belajar mengajar lagi.

Di suatu sore sebelum ia memberanikan diri memutuskan melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan, selesai ia berkegiatan, Imam diajak bicara oleh salah satu kerabat yang paling dekat dengannya.

Mubarok : 

“Mam, kamu harus kuliah untuk kelanjutan karir mu, kita dituntut oleh kebijakan, agar memiliki gelar Strata Satu”

Imam :

“Yang benar si Bang, memang itu ancaman dari pemerintah?”

Mubarok :

“Ancaman si bukan Mam, tapi ini lebih pada aturan sebagai pengajar”

Imam :

“Duit nya Bang, gaji bulanan ku cuma 125 ribu, hehehe, nantilah saya pikir-pikir dulu".

Mubarok :

“Kampusnya kan dekat dan berisi orang-orang dekat juga kenal kamu, kenapa harus bingung?”

Imam :

“Iya sih Bang, ya sudahlah nanti, masih bigung Bang”

Mubarok : 

“Terserah kamu lah Mam”

Imam :

“Saya pulang duluan Bang, sambil saya pikirkan yang kita bicarakan tadi”

Mubarok :

“Jangan berlebihan Mam mikirnya, tuh tiang listrik di depan, akan menjadi sasaran lamunan mu, hahaha”

Imam :

“Hahaha, siap Bang”

Bersambung

Post a Comment

0 Comments